Dearest Bapak Mario dan Ibu Linna Teguh yang tidak pernah lelah membimbing para sahabat super.
Salam super.
Masih dalam keagungan suasana fitri, ijinkan kami menghaturkan ucapan selamat merayakan kemenangan bagi diri dan negara tercinta, Indonesia. Kiranya ruh kemenangan ini meliputi kita dalam memulai dan menjalani aktivitas hingga 11 bulan ke depan. Amiin.
Ijinkan kami men-sharingkan sebuah kejadian yang sekiranya dapat menggugah semangat syukur bagi kita dan menarik hikmah atasnya.
***
"Sulung, apa kamu sudah makan?" tanya sang ayah, "sudah" jawab sulung singkat. "Makan apa tadi?" tanya ayahnya lagi, "ndak tahu e" jawab si sulung. Sejurus kemudian anak lelaki tersebut hanya diam termangu membisu dan tidak tertarik menanggapi nasehat dan obrolan sang ayah, melainkan asyik menatap ke depan dengan pandangan kosong. Sulung terbiasa menjawab hanya dengan 2 kata favorit "sudah dan...ndak tahu e", apapun pertanyaan yang diajukan. Oleh siapapun. Karenanya, keadaan ini sangat mencemaskan dan mengkhawatirkan kedua orang tuanya.
Sudah 2 tahun terakhir ini, fulan memiliki seorang anak lelaki sulung yang mengalami keterbelakangan mental meski sejak bayi hingga menginjak usia 15 tahun dalam kondisi sehat dan normal seperti galibnya remaja pada umumnya. Sebelum sakitnya, sulung sempat bersekolah di SMP favorit di kotanya, dengan fasilitas lingkungan terbaik. Istrinya tamatan S-2 dan menduduki posisi baik di sebuah kantor pemerintahan kota. Sementara fulan mendirikan usaha ekspedisinya sendiri.
Anak lelaki fulan sering sekali marah tanpa sebab yang jelas. Bobotnya yang lebih dari 70kg cukup membuat kewalahan beberapa orang dewasa bila ia memukul, membanting barang dan mengamuk. Psikiater ternama, obat terbaik bahkan paranormal hebatpun telah di kunjungi dengan harapan anak lelakinya tersebut dapat kembali normal dan bersekolah tetapi kenyataan yang diharap tidak kunjung datang.
Kebingungan melanda fulan dari waktu ke waktu melunturkan kepercayaan dirinya. Melihat makan dan tidur saja yang dilakukan anak lelaki satu-satunya tersebut.
Kelelahan mental makin membuncah seiring kecemburuan melihat bagaimana cerianya keponakan fulan yang sibuk menyiapkan perlengkapan MOS ataupun OSPEK. Bayang tentang suramnya masa depan menghantui hari-harinya. Guna meredam malu keluarga, fulan menyibukkan si sulung mendampinginya bekerja membungkus dan mengantar barang-barang pindahan rumah atau kantor meski hal ini dirasa makin menambah kerepotan dan sangat membatasi ruang geraknya.
"Lelah aku mendapat perhatian famili dan kerabatku, tidak lain hanya nasehat, nasehat dan nasehat agar introspeksi, sabar, ikhlas, ujian, istighfar dan bla bla lainnya, tidak ada dukungan atau usaha lain yang menentramkan hati dan pikirku, malah akhir-akhir ini cemooh, celaan dan kritik muncul dari mereka yang merasa sudah membantu uang..." gumamnya suatu hari.
Lalu...perhatian seperti apa yang sesungguhnya diminta fulan ?
"ah... aku sudah berulang kali mengingatkannya agar menjalani semua dengan rela tanpa banyak mengeluh dan berharap belas kasihan orang lain, berlaku adil kepada keluarganya termasuk dalam membagi warisan orang tua kami (dulu), tidak kikir dan angkuh serta tidak keras hati menutup mata dan pikiran atas saran dan contoh perilaku baik, dari siapapun, tanpa memandang status ekonomi dan sosial si pemberi saran tersebut, sebab solusi Tuhan boleh jadi datang dari mana saja, bukan?" timpal adik perempuan fulan yang rupanya rajin menyimak tayangan MTGW bahkan MTBA (dulu), beberapa waktu kemudian saat di konfirmasi.
Hmm...menarik memang mengikuti ending kejadian tersebut nantinya dengan meminjam mantra super seperti,
Doaku selalu adalah semoga aku diberi kekuatan untuk mengubah hal-hal yang dapat aku ubah, menyerahkan kepada Yang Maha Kuasa hal-hal yang berada diluar kemampuanku, dan agar aku diberikan kebijakan untuk membedakan apa yang dapat aku ubah dari apa yang aku tidak berkuasa mengubah (MT One million 2nd chance: Here I am).
***
Hanya pribadi-pribadi khusus dan terpilih saja yang pantas di titipi masalahNya. Salah satu sebab mengapa kita masih hidup hingga detik ini adalah masih adanya tugas penyelamatan yang belum selesai, penyelamatan bagi lingkungan yang di mulai dari keluarga. Tuhan Yang Maha Penyelesai PASTI telah menitipkan senjataNya kepada kita, tetapi penelantaran apa-apa yang sudah dimiliki dan menginginkan apa-apa yang belum ada, menumpulkan mata hati senjataNya tersebut yang bila kita lalai, senjata tersebut malah dapat merobek mental kita sendiri.
Se-yogyanya cemoohan dan kritikan tidak ditanggapi dengan keluhan dan minder melainkan pembuktian, bahwa mereka keliru menilai. Seperti Stephen Hawkings yang menjadi Ilmuwan fisika kuantum meski penyandang disabilitas, beliau melihat apa yang tidak nampak meski penyakit melumpuhkan raganya, tetapi tidak pikirannya, tetapi tidak juga dengan berkeluh kesah dan meng-iba belas kasihan dan simpati dari orang lain yang JELAS berdampak menggerogoti iman.
Bukankah nilai kita di mulai dari niat...?
Stay Super
Teguh Budiwiyono | SM 1413 | Delivering your needs | Cikarang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar